Anak SMA menyaksikan pendongeng? Ah, yang benar saja! Mungkin begitulah reaksi kita. Namun, itulah yang terjadi pada hari Rabu, 18 Agustus lalu di sekolah Cinta Kasih Tzu Chi, Cengkareng Timur. Acara yang termasuk rangkaian kegiatan mendongeng Kelompok Pencinta Bacaan Anak bersama Margaret Read MacDonald kali ini terasa agak istimewa. Pendengarnya bukan anak-anak kecil, melainkan para remaja yang sudah duduk di bangku SMA dan SMK.
Tepat pukul 10.00 acara dimulai. Seratusan pelajar SMA Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi duduk rapi di kursi ruangan serbaguna. Acara dimulai dengan kata sambutan dari kepala sekolah SMA dan Ibu Murti Bunanta, selaku Ketua KPBA. Setelah itu para remaja ini langsung larut dalam cerita yang berjudul “The Great Smelly, Slobbery, Small Tooth Dog”, cerita rakyat dari Inggris, yang dibawakan oleh Margaret didampingi oleh Agus dari KPBA.
Kisahnya bertutur tentang seorang anak gadis, yang rela dibawa oleh seorang anjing yang sangat bau, berliur dan bergigi kecil untuk memenuhi janji ayahnya yang telah ditolong dari serangan perampok oleh anjing itu. Ternyata rumah anjing itu begitu indah, di sana tersedia juga pakaian dan buku-buku kesukaan di gadis. Tiap kali di gadis menyebutnya sebagai anjing yang semanis madu, maka anjing itu pun akan berlaku baik. Tetapi sebaliknya, tiap kali gadis itu mengumpatnya, si anjing akan marah. Kejutan pun terjadi saat si gadis tetap ingat untuk mengucapkan kata-kata yang indah untuk si anjing. Anjing yang menjijikkan itu pun berubah menjadi seorang pangeran tampan.
Cerita kedua adalah “Gadis dan Pangeran Ular”. Cerita ini berasal dari Suku Sungai di Borneo. Alkisah, ada seekor ular yang ingin menikahi seorang gadis Suku Sungai. Tiap kali ditolak oleh si gadis, ular itu akan menangis. Air mata ular itu membuat air sungai meluap, sampai akhirnya terjadi banjir dan si gadis pun memenuhi permintaannya. Sungguh aneh, saat si gadis dibawa ke rumah si ular, tiap pagi sudah terhidang makanan enak di depan pintunya. Sampai suatu, si gadis penasaran dan bangun lebih awal. Ternyata ia memergoki bahwa si ular adalah seorang pangeran dan mereka pun menikah.
Dalam kedua cerita yang bertema mirip itu, Margaret mengajak para pendengarnya untuk aktif bergerak dan bersuara. Bahkan pada cerita kedua, kisah ini diakhiri dengan tari-tarian dan gong yang mengiringi pesta pernikahan si gadis dan pangeran ular itu. Dengan antusias, para pelajar dan beberapa orang guru mengikuti gerakan tarian dan nyanyian itu.
Kemeriahan belum selesai, selanjutnya tim KPBA memerankan sebuah cerita rakyat dari Kalimantan yang berjudul, “Mengapa Tubuh Udang Bengkok?” yang ditulis kembali oleh Ibu Murti Bunanta. Para penonton tersenyum geli menyaksikan tingkah si udang yang sok tahu dan tidak mau bertanya sampai akhirnya ia pun terebus. Dari cerita ini para peserta dapat memetik pelajaran tentang pentingnya bertanya dan mencari tahu saat kita memang tidak tahu. Mereka juga belajar tradisi mandep yaitu kegiatan bergotong royong dalam masyarakat Kalimantan.
Setelah itu Margaret dan KPBA berkolaborasi untuk menampilkan cerita The Bat’s Ball Game. Kali ini tim KPBA dibagi dalam dua kelompok yaitu Tim Burung (Bird) dengan supporter siswi dan Tim Binatang (Animal) yang didukung oleh para siswa. Dalam pertandingan bola yang seru ini para pelajar pun tidak kalah seru memberikan dukungan dengan yel-yel dan teriakan.
Tanpa terasa sudah hampir dua jam berlalu, sebagai penutup para peserta diajak berdiri dan menirukan gerakan serta ucapan Margaret dalam cerita “Two Goats on The Bridge “yang mengajarkan tentang kerjasama yang membuahkan hasil baik, tanpa pertengkaran. Acara yang diselingi dengan dua nyanyian dengan bahasa isyarat (sign language) yang dibawakan oleh para pelajar SMA ini pun meninggalkan kesan dan pelajaran bahwa ternyata cerita dapat dinikmati oleh semua orang, tanpa batasan usia, termasuk oleh para remaja. (Dina Tuasuun)
Comments are closed.