Siang itu suasana di PAUD Ceria Anak Pintar di Desa Palak Anek, Pariaman, tampak ramai. PAUD yang terletak di tepi jalan yang membelah desa bukan sedang ramai oleh para murid, melainkan oleh para guru. Ada 56 orang guru dari 43 PAUD di sekitar Pariaman. Namun para guru ini berkumpul bukan untuk mengajar, melainkan untuk belajar. Mereka akan mengikuti rangkaian seminar dan pelatihan bertajuk “Menumbuhkan Minat Baca Anak Melalui Mendongeng”. Seminar ini merupakan program yang diadakan KPBA bekerja sama dengan AMURT (Ananda Marga Universal Relief Team), sebuah organisasi yang menaruh perhatian terhadap pemulihan pasca gempa yang mengguncang Padang Pariaman dan sekitarnya pada tahun 2009 lalu. Pembicara seminar ini adalah Murti Bunanta, seorang doktor sastra anak, penggagas sekaligus Ketua KPBA, dan penulis buku anak. Ibu Murti didampingi oleh dua orang anggota KPBA, yaitu Devina dan Dina.
Selasa, 20 Juli adalah hari pertama seminar. Hari itu Ibu Murti mengajak guru-guru mendiskusikan isi buku karangannya yang berisi berbagai tulisan dan artikel seputar bacaan anak yang berjudul Buku, Mendongeng, dan Minat Baca (Penerbit KPBA, 2008). Diskusi buku ini masih berlanjut di hari kedua dengan berbagai pertanyaan dan respons peserta tentang isi buku. Diskusi pun mulai ramai ketika muncul keprihatinan salah satu peserta, Ibu Yunimar, yang mempertanyakan bagaimana cara meningkatkan minat baca di daerah, sedangkan buku-buku sebagai sumber bacaan masih sulit didapat. Menanggapi pertanyaan para peserta, Devina, anggota KPBA yang sekaligus seorang sarjana perpustakaan, memberikan tips-tips membuat perpustakaan sekolah. Tidak perlu gedung khusus dengan rak buku besar berjajar. Perpustakaan untuk PAUD bisa dimulai dengan mengumpulkan buku-buku anak, memberikan label warna sesuai kategori buku (misalnya buku cerita, buku pengetahuan, buku sejarah, dan sebagainya), lalu menempatkan buku itu di sebuah rak atau kotak. Pada waktu-waktu tertentu, anak-anak dapat membaca dan memilih sendiri buku yang ia sukai. Dengan label warna, anak juga dapat mengembalikan buku ke tempatnya.
Di hari kedua ini guru-guru juga lebih banyak belajar tentang berbagai metode mendongeng untuk anak. Agar anak tertarik membaca, guru dapat memulainya dengan mendongeng kepada mereka. Mendongeng bisa dilakukan dengan atau tanpa alat peraga. Tanpa alat peraga berarti dengan gerakan atau dramatisasi oleh guru, sedangkan alat peraga dapat berupa boneka yang dibuat dari berbagai bahan. Misalnya mendongeng kisah “Nyamuk” dengan menggunakan tali dan mendongeng kisah “Dua Ekor Kelinciā dengan kertas origami, mendongeng dengan saputangan, bahkan dengan ibu jari tangan.
Di hari sebelumnya, Ibu Murti sudah memberikan penjelasan cara bercerita dengan buku. Contoh yang diberikan diambil dari beberapa buku untuk pembaca pemula yang ditulis oleh Ibu Murti, seperti Di Rumah Nenek yang mengenalkan berbagai binatang dan sayuran; Mimi Bisa Memanjat yang menggambarkan rasa cinta antar saudara sekaligus mengajarkan rasa percaya diri; Si Kecil Berjalan-jalan yang menggambarkan hidup tolong menolong sambil mengajak anak belajar berhitung; Tomat Bisa Berkawan yang mengajarkan untuk tidak marah berlebihan. Cerita dari buku-buku ini dapat diceritakan dengan cara menarik. Misalnya dalam buku Tarian Pengusir Ular anak-anak dapat diajak bergerak sesuai cerita dan bernyanyi serta menirukan suara binatang. Saat sore menjelang, seminar hari kedua ditutup dengan membuat alat peraga boneka kelinci dari sepasang sarung tangan.
Di hari terakhir peserta bersama- sama mempraktikkan pembuatan alat peraga boneka jari tikus yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan mendongeng di kelas. Mereka tampak antusias belajari cara membuat boneka dan berkreasi dengan menambahkan aksesori untuk tikus, seperti kalung untuk tikus betina dan dasi untuk tikus jantan. Setelah membuat alat peraga ini, para peserta kembali mendapatkan contoh mendongeng dengan alat peraga yang sederhana, yaitu koran bekas.
Di hari ini para peserta juga diajak mengingat kembali berbagai materi yang sudah disampaikan. Selama tiga hari para peserta bukan saja mendengarkan materi, tetapi juga mendapatkan kesempatan untuk langsung praktik mendongeng dengan berbagai cara. Mendongeng dapat menjadi jalan untuk menumbuhkan minat baca anak. Buku juga dapat dijadikan sumber ajar bagi anak-anak. Di sinilah para guru ditantang untuk menyajikan cerita secara kreatif. Cerita yang baik yang disajikan dengan baik dapat merangsang perkembangan anak baik secara kognitif, afektif dan psikomotorik. Akhirnya setelah tiga hari, seminar dan pelatihan yang berlangsung dalam suasana santai tetapi serius ini pun berakhir. Para peserta pulang dengan membawa banyak cerita dan satu paket buku karangan Murti Bunanta untuk anak didik mereka.
Bagi kami, perjalanan ke Padang kali ini juga memberikan pelajaran tersendiri. Kami tidak hanya mendapat kesempatan berkenalan dengan teman-teman baru, tetapi juga pemahaman baru bahwa di balik bencana ada selalu ada kesempatan baru untuk memperbaiki dan membangun wilayah untuk menjadi lebih baik dan maju. Bencana alam memang menyisakan pekerjaan rumah yang menumpuk setelahnya. Pemulihan yang diperlukan bukan hanya bersifat pembangunan fisik, melainkan juga non fisik.
KPBA dan organisasi AMURT memiliki kesamaan pemahaman bahwa pembangunan gedung sekolah PAUD saja tidak cukup, perlu ada pengembangan dan bekal memadai bagi para guru. KPBA telah mendapatkan kesempatan berperan kecil dalam usaha ini. Semoga modal cerita dan buku yang sudah dibagikan dapat mengembangkan kemampuan guru-guru PAUD untuk terus mengajar anak-anak usia dini. Kerjasama dengan AMURT sangat dihargai KPBA. (Dina Tuasuun dan Devina Erlita)
Comments are closed.