Percakapan

BEBERAPA CUPLIKAN PERCAKAPAN DENGAN MURTI BUNANTA

  1. Editor, No. 14 Th. I, 28 Nopember 1987, “Dongeng Buat Si Kecil: Dongeng bisa lebih menghangatkan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungannya. Bagaimana dengan film video?”.

    …….Murti Bunanta tak sepenuhnya menolak kehadiran video untuk anak-anak. “Boleh saja, asalkan ada balance,” katanya. Balance artinya bahwa si anak, selain melihat dongeng lewat video juga dia tetap bisa mendengar dongeng yang dibawakan ibu atau nenek atau seorang pendongeng…….(Surasono).

    2.  Informasi Tentang Anak, No. 4/1987, Desember 1987, “Segala Paksaan Adalah Tidak Baik – Murti Bunanta”.

    …….”Anak tak akan senang buku, jika orang tuanya tidak senang dengan buku” demikian ungkap ibu yang kedua anaknya saat ini telah duduk di perguruan tinggi. Kesadaran akan sesuatu yang bermanfaat bagi diri seorang anak akan timbul dengan sendirinya. Segala paksaan, apapun bentuknya tak akan membawa hasil positif bagi tiap orang. Begitupula dalam pendidikan, ibu Murti Bunanta tak akan pernah melakukan paksaan…….(MN).

    3.  Serasi, No. 012, 24 April – 7 Mei 1988, “Murti Bunanta Mendukung Dongeng”.

    …….Kiprah wanita kelahiran Semarang ini memang tak pernah lepas dari dunia yang digelutinya itu. Ia sering mengadakan riset secara pribadi. Kecintaannya terhadap anak kecil, ia tuangkan dalam penulisan artikel ke berbagai media massa. Atau ke majalah luar negeri…….

    4.  Eksekutif, No. 114, Desember 1988, “Murti Bunanta SS., MA.: Menggugat Bacaan Anak Dan Pemahaman Kita”.

    …….Semua anak dari berbagai golongan dan status sosial memerlukan bacaan yang baik, termasuk anak para eksekutif, sebab mereka dilahirkan dan dididik di sini dulu sebelum dikirim ke luar negeri. Bacaan anak adalah bentuk pendidikan informasi yang penting sekali, baik sebelum mereka bersekolah ataupun sesudahnya. Dengan adanya Pusat Kajian Sastra Anak-anak diharapkan mutu bacaan dapat terus ditingkatkan, dan untuk mendirikan Pusat Kajian, kita perlu dana bukan? Orang yang mampu seharusnya bisa urun lebih banyak daripada orang lain …….(Dindin M. Machfudz).

    5.  Nova, No. 40 Th I, 8 Januari 1989, “Murti Bunanta: Buku Dan Anak Adalah Dunianya”.

    …….Kini Ny. Murti Bunanta, SS, MA lebih dikenal sebagai ahli sastra anak-anak. Padahal selama tahun 60-63 ia menjadi ratu kolam renang. Medali perak dan perunggu disabetnya pada Asian Games 1962 di Jakarta. Dan selama tiga tahun pula ia memegang enam rekornas yang rata-rata baru terpecahkan penerusnya setelah 5 tahun…….(Sri Mustika).

    6.  Merdeka, No. 37026 Th. XLII, 19 Maret 1989, “Murti Bunanta, SS, MA.: Gagal menjadi dokter aktif dalam sastra anak-anak”.

    …….Andaikata keluarga, kesibukan dan Perpustakaan khusus Sastra Anak-anak merupakan seperangkat hidangan yang di letakkan di atas meja makan mungkin merupakan santapan yang paling lezat baginya, pasti habis dilahapnya. Ny. Murti Bunanta, SS, MA memang suka semua itu. Dan wanita yang pernah dijuluki “Ratu Kolam Renang” dimasa tahun 1962-1970, itu mengakui bahwa Sastra Anak-anak adalah bagian yang telah satu dengan dirinya, satu dengan hidupnya …….(Awie M. Alhabsyi/P069).

    7.  Pembimbing Pembaca, No. 9/viii, September 1989, “Dra. Murti Bunanta MA: Profil Seorang Pengamat Bacaan Anak, Profesi Yang Masih Langka Di Indonesia”.

    …….Walaupun jumlah produksi buku anak-anak di Indonesia cukup menggembirakan dalam jumlah maupun variasi isinya, namun sedikit sekali ada pembicaraan tentang buku anak-anak. Hal ini mungkin disebabkan langkanya ilmuwan yang tertarik mengamati bacaan anak. Diantara yang sedikit sekali tersebut, salah satunya adalah Murti Bunanta seorang sarjana dan master dari Fakultas Jurusan Sastra Belanda, Universitas Indonesia, seorang ibu dengan dua orang putra (laki-laki dan perempuan yang hampir dewasa) juga dosen di jurusan Ilmu Perpustakaan Fakultas Sastra dan masih ada seabreg predikat lain yang dimilikinya…….

    8.  Pertiwi, No. 89, 18 September – 1 Oktober 1989, “Murti Bunanta dan Bacaan Anak: Hilangnya Cerita Tradisional”.

    …….Masih ingat sebuah acara menarik yang diselenggarakan dalam menyambut Hari Anak-Anak Nasional bulan Juli 1989 di Bentara Budaya Jakarta? Ya, para pencinta anak tentu tak melewatkan acara tersebut. Selama 10 hari di pertengahan bulan Juli 1989 itu, Bentara Budaya bekerja sama dengan Kelompok Pencinta Bacaan Anak-Anak menyelenggarakan sebuah acara dengan tema Anak, Bacaan dan Mainan. Sayang, kalau ternyata Anda tak menyempatkan diri mengunjunginya. Karena, panitia menggelarkan buku anak-anak terbitan 1917-1970 yang sudah langka dan tinggal ada beberapa buah di Balai Pustaka. Selain itu ada juga buku-buku terbitan masa kini, juga lukisan dan foto tentang anak-anak dan kegiatannya. Yang unik adalah pameran mainan anak-anak tradisional, yang kini nyaris punah ditelan mainan-mainan impor yang mahal harganya…….(into).

    9.  Sarinah, No. 185, 23 Oktober – 5 Nopember 1989, “Murti Bunanta: Memilihkan Bacaan”.

    …….Kejora: Murti Bunanta. Dua tahun terakhir, ia sering disebut sebagai manusia langka, karena keterlibatan yang begitu total dalam buku bacaan anak. Visi anak. Kreatifitas anak. Ia ingin mendirikan museum seni anak, museum mainan anak tradisional. Ia tengah menggarap pusat dokumentasi bacaan anak. Di negeri ini, Murti melenggang sendiri…….(Dody M. & Titi Irawati).

    10.  Mode,  No. 7/Th. XIV, 19 Februari – 4 Maret 1990, “Murti Bunanta SS.MA: Ibu Langka Anak-anak Indonesia”.

    …….Ia pengamat dunia anak-anak Indonesia. Kerjanya gesit, gebrakannya hebat, ia jadi wakil Indonesia di manca negara. Ternyata ia ratu renang di tahun 1960-an…….(Agus Dermawan T/Foto-foto:Adt – Dok Adt).

    11.  Informasi Tentang Anak, No. 12/1990, Mei 1990, “Film Anak-anak Dimana Kau Berada?”.

    …….Masalahnya adalah orang-orang yang terlibat dalam film belum sadar untuk mengadaptasi dari buku ke film, atau setidak-tidaknya drama atau sandiwara anak-anak. Kalau ini diolah dengan baik tentu saja akan sangat menolong. Karena itu Murti berpendapat, sebetulnya membuat film anak-anak itu tidak rugi dilihat dari sisi businessnya. Asal mereka yang menggarapnya benar-benar berminat terhadap film anak-anak. “Buatlah film anak-anak yang ideal!”, pesan Murti kepada produser…….(S. Aris Wibawa).

    12.  Nova, No. 123 Th. III, 1 Juli 1990, “Buku Yang Baik Buat Anak-anak: 16 Tahun Tak Ada Yang Laku”.

    …….”Kedengarannya rumit, memang,” paparnya. Namun sebagai orang yang berpengalaman dalam bidang ini, Murti tak lupa memberikan pedoman yang sederhana untuk dimengerti. “Bacalah dulu buku itu. Kalau Anda bisa tersenyum, tertawa, atau menyukainya, berarti buku itu cocok untuk Anda. Karena buku anak-anak yang baik biasanya juga disukai oleh lapisan usia yang lain,” tambah dosen FSUI itu…….(Jubing).

    13.  Kartini, No. 415, 15 – 28 Oktober 1990, “Mencintai Anak Lewat Bacaan”.

    …….Dunia Murti amat lekat dengan dunia anak. Dialah pencinta anak-anak sejati. Rumahnya pun penuh dengan lukisan anak dan berbagai buku bacaan yang berkaitan dengan anak. Orang awam mungkin tak banyak mengenal Murti, tapi kalangan pendidik dan pencinta anak, nama Murti tak asing lagi. Boleh dibilang tak ada pekerjaan yang dilakukan Murti yang tidak berhubungan dengan anak. Ia pula yang pertama kali tahun lalu menyelenggarakan pameran bacaan anak…….(Suzie/IN).

    14.    Warta UI, No. 48 Th. XIII, Desember 1990 – Januari 1991, “Sehari Bersama Buku dan Anak:  Lewat Anak Memasyarakatkan Minat Baca”.

    …….Menurut Ketua Pencinta Bacaan Anak (KPBA) ini, bakat dan kreativitas anak yang terpendam dapat digali dan dikembangkan melalui pemberian bacaan yang bermanfaat yang sesuai dengan usia anak…….(CMY).

    15.    Bisnis Indonesia, 21 Juli 1991 , “Penerbit lebih suka jual buku terjemahan”.

    …….Sebaiknya, kata Murti, 45, para penerbit lebih banyak mencetak buku-buku bacaan hasil pengarang dan ilustrator bangsa Indonesia, dan kalau tidak begitu, maka bangsa kita hanya menjadi penerjemah saja dan tidak akan berkembang. Bahkan citra bangsa Indonesia menjadi jelek di pasaran internasional, karena tidak kreatif untuk menciptakan buku cerita anak sendiri yang bermutu…….(reh).

    16.    Keluarga, No. 229, Juli 1991, “Menumbuhkan Minat Baca dalam Keluarga”.

    …….Menurut Murti, dalam upaya meningkatkan minat baca tidak hanya tergantung pada pihak konsumen (pembeli) buku saja, tapi juga dari pihak penerbit dan pengarang. Apakah penerbit mampu menyediakan bacaan yang baik dan menarik bagi anak-anak, remaja, orang tua, dan dalam menyajikan bacaan ilmiah. Lalu apakah buku-buku tersebut mudah mendapatkannya di toko atau kios buku. “Kalau bukunya tida menarik, seperti dalam hal jenis kertas, huruf, cara penyajian, bahasa, dan gambar-gambar atau ilustrasinya, maka orang tidak akan tertarik untuk membeli atau membaca,” ujar Murti…….

     

  2. Majalah Vista, No. 121, 15 Agustus 1991, “’Boom’ Buku Anak-Anak: Tawaran Yang Belum Terjawab”.

    …….”Kita memang kurang memberi dorongan dan rangsangan pada para ilustrator lokal,” tuturnya. Perhatian kita terhadap seni ilustrasi buku anak hampir tidak ada sama sekali…….(Bowo)

    18.    Majalah Famili, No. 35 Th. II, 1 – 15 September 1991, “Bacaan Untuk Anak: Sampai Di Mana Perhatian Masyarakat?”.

    …….Wanita ini selalu memprihatinkan masalah bacaan. Ia yakin dan ia tahu pasti, bacaan itu besar manfaat dan pengaruhnya bagi perkembangan intelektual maupun kepribadian anak. “Kali ini seminar juga dilengkapi dengan pameran ilustrasi bacaan anak,” katanya dengan gembira walau tampak lelah…….(F1).

    19.    Wanita Indonesia, No. 120 Th. III, 1 Desember 1991, “Murti Bunanta, SS., MA.: Cinta Lewat Buku”.

    …….Usahanya memang tak lantas berjalan mulus begitu saja. Murti mengaku harus dengan susah payah mengajak masyarakat dan anak-anak berminat pada bacaan. “Anak-anak kita zaman sekarang menghadapi banyak godaan dunia yang lebih berat dibanding zaman saya. Mereka dihadapkan pada beragam pilihan, mulai dari radio, televisi, video, komputer sampai disko. Nah, bagaimana menjadikan mereka tetap mencintai bacaan, menjadi tugas kita semua. Kalau mau bangsa ini maju,” tegasnya…….()

    20.    Famili, No. 47, 1 – 15 Maret 1992, “Ny. Murti Bunanta SS MA: Mari Berpartisipasi Bersama Kami”.

    …….Wanita ini dikenal memiliki kepedulian terhadap bacaan anak. Ia banyak memberikan kritik kepada penerbit, pengarang, editor dan ilustrator. “Mereka perlu belajar lagi, bagaimana membuat cerita anak yang baik,” ungkap dosen UI “Ilmu bacaan anak” ini…….(  )

    21.    Kompas, 15 Maret 1992, “Mendongeng, Membangun Imajinasi Anak”.

    …….Murti menunjukkan, “Lewat ceritera yang disampaikan, anak-anak akan meluaskan dunia berikut pengalaman hidupnya. Berceritera kepada anak-anak merupakan hal sangat penting dalam ikut membangun kepribadian mereka.” Kemudian juga dengan memberi buku serta memperkenalkannya (lewat dongeng mengambil bahan dari buku), anak-anak bisa mulai diajar mencintai buku. Sehingga nantinya, mereka akan bisa menempatkan buku sebagai salah satu bagian dari kebutuhan hidupnya…….(Julius Pour).

    22.    Sarinah, No. 253, 1 – 14 Juni 1992, “Dunia Buku Kita: Di Tengah Kesuraman Adakah Secercah Cahaya?”.

    …….”Seharusnya pada anak sejak kecil sudah dibiasakan untuk melatih meningkatkan jenis bacaanya. Sayangnya, di sekolah tidak ada keharusan untuk memasuki perpustakaan. Bahkan setelah anak membaca buku pun tak ada guru khusus yang memantau tentang hal itu. Sedangkan di luar negeri, ada ‘reading hour’ yang mengharuskan anak membaca dan dibimbing. Bobot buku atau kesusastraannya pun meningkat. Nah, itulah yang menyebabkan anak hanya membaca yang populer saja,” ujar Murti…….

    23.    Editor, No. 47 Th. V, 15 Agustus 1992, “Lutung Kasarung vs Asterik”.

    …….Membendung banjirnya buku-buku terjemahan, memang bukan jalan terbaik dalam pengembangan buku bacaan anak-anak. Buku lokal pada kenyataannya juga belum mampu memberikan alternatif yang baik. Di samping itu, buku anak-anak di Indonesia belum mendapat perhatian serius. Padahal di negara-negara lain bacaan anak-anak telah menjadi studi tersendiri. “Kita sering membicarakan buku anak-anak, tetapi tak pernah mengerti apa itu buku anak-anak,” kata Murti Bunanta…….(Agung Yuswanto).

    24.    Media Indonesia, No. 4524 Th. XXII, 3 November 1992, “Murti, Hidup untuk Anak-anak”.

    …….Berbicara mengenai dunia anak-anak bersama ibu yang satu ini, waktu sehari rasanya jauh dari mencukupi. “Banyak sekali obsesi saya tentang anak-anak,” tutur Murti Bunanta. “Namun untuk saat sekarang saya lebih mengkhususkan diri pada bacaan anak-anak. Dunia bacaan anak saja masih banyak yang harus dibenahi, dan tentunya membutuhkan penanganan yang cukup serius.”…….(T.J. Wibowo).

    25.    Berita Buku, No. 40 Th. IV, November – Desember 1992, “Kelompok Pencinta Bacaan Anak: Memperkenalkan Bacaan Anak Indonesia pada Dunia Internasional”.

    …….Murti Bunanta berharap, kelak bacaan untuk anak dari Indonesia mendapat pengakuan internasional dan mampu menjadi bagian dari sastra anak-anak dunia. Ia juga berharap, suatu hari nanti Indonesia memiliki pusat dokumentasi bacaan anak yang dapat memberi sumbangan pada penelitian mengenai bacaan anak. Sebuah cita-cita yang membutuhkan kesungguhan dan kerja keras…….(***)

    26.    Rias, No. 138, April 1993, “Murti Bunanta SS, MA.: Mengabdi Di Dunia Pendidikan”.

    …….Melihat pentingnya keberadaan dan fungsi seorang guru TK dalam membentuk moral dan watak anak didiknya, mendorong Murti untuk meningkatkan dan mencapai karier akademiknya itu. “Mungkin aneh ya, cita-cita saya ini. Doktor kok, jadi guru TK. Sebenarnya menjadi guru TK bukanlah pekerjaan yang mudah. Ini benar-benar membutuhkan keahlian khusus, kesabaran, dan pendekatan kejiwaan yang jitu. Kalau mau disadari, pendidikan awal untuk membentuk jiwa seseorang, ya mulai dari bangku TK,” tuturnya menjelaskan…….(Martha. Is/Tati).

    27.    Bisnis Indonesia, 16 April 1993, “Bacalah setiap hari, walau sedikit”.

    …….Dosen yang terpilih sebagai lima wanita cantik se-Indonesia versi salah satu majalah wanita ini, juga menyukai wayang. Koleksi wayangnya lebih dari 120 buah. Terdiri dari wayang golek, wayang kulit, wayang klitik, wayang dalam piring keramik, wayang dalam labu, wayang dalam telur kasuari dan wayang terbuat dari kayu.

    Resep dari Murti tentang kebiasaan membaca ini adalah, “Bacalah setiap hari walau sedikit. Daripada tidak teratur tapi panjang. Membaca itu suatu kebutuhan dan bukan paksaan,” lanjut Murti…….(mag/yr).

    28.    Media Indonesia, 16 Mei 1993, “Buku Cerita Anak-anak: Perlu Pendidikan bagi Pengarang”.

    …….Pengamat cerita anak yang lain, Murti Bunanta, MA, justru melihat di zaman globalisasi ini cerita asing yang baik menjadi sangat penting untuk dibaca. “Bagaimana anak-anak Indonesia bisa mengenal dunia luar kalau tidak membaca karya asing,” kata wanita yang juga pendiri Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) itu. Menurut Murti, pengaruh budaya Barat tidak harus selalu dituduhkan datang lewat bacaan anak, pengaruh media lain bahkan lebih besar. Kita, kata Murti, seringkali terlalu melebih-lebihkan pengaruh bacaan asing tanpa melihat dan meneliti dengan cermat isi buku tersebut…….

    29.    Bisnis Indonesia, 24 Juli 1994, “Menyiasati waktu demi keluarga”.

    …….Murti Bunanta punya saran. Kalau anak-anak masih kecil dan belum sekolah, sementara ayah dan ibunya belum siap untuk makan pagi bersama, orang tua bisa menemani ngobrol sebentar.  Bila malamnya ayah atau ibunya datang terlambat dan anak sudah makan lebih dulu, maka anak-anak berganti menemani orang tuanya saat makan malam sambil ngobrol atau bercerita. Dengan demikian akan tercipta suatu arena atau waktu dimana keluarga dapat bersama-sama. Pokoknya, meja makan bisa menjadi tempat “kangen-kangenan” keluarga yang sibuk di pagi hari dan sore harinya…….

    30.    Bisnis Indonesia, 24 Juli 1994, “Pentingnya makan bersama”.

    …….Murti Bunanta Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA), beranggapan bahwa makan bersama itu merupakan suatu “harta” keluarga yang harus selalu dijaga dan diwariskan. Justru pada masa kini dimana banyak daya tarik di luar rumah misalnya tontonan, disko, club undangan makan malam, kegiatan sosial; acara makan bersama keluarga “tidak patut dikesampingkan.” Kalau tidak diusahakan, kata Murti, kapan lagi dapat bersama-sama? Akibatnya, keluarga makin berjauhan satu sama lain. Selain itu, kata Murti, acara makan bersama (malam) dapat menjadi “rem” supaya anak-anak tidak keluyuran di luar rumah……..

    31.    Suara Pembaruan, 20 November 1994, “Yang Jadi Berita: Tanda Tangan”.

    …….Bisa bertemu dan berbincang dengan orang terkenal seperti istri Presiden AS, Hillary Rodham Clinton, mungkin jadi dambaan banyak orang. Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA), Murti Bunanta, SS, MA, bukan hanya bertemu dan berbincang, tapi berhasil mendapatkan tanda tangan dan komentarnya sekaligus yang dicoretkannya dalam buku harian khusus. Murti memang termasuk diantara 24 wanita Indonesia yang diundang untuk menghadiri pertemuan dengan Hillary di kediaman Wakil Dubes AS, Barbara Sillars Harvey, Senin lalu (14/11)

    Beruntung pula Murti kebagian waktu untuk menceritakan pengalamannya selama berkecimpung di dunia bacaan anak. Setelah mendengar penuturan tersebut, Hillary pun berkenan memenuhi permintaan Murti untuk menuliskan tanda tangan dan komentarnya: Thank you for carring about children’s literature”…….(S-23).

    32.    Higina, No. 43, Desember 1994, “Bantulah Anak Agar Gemar Belajar”.

    …….Anak-anak adalah penyelidik, antropolog, ahli bahasa, dan ilmuwan alami. Orang tua mempunyai tugas untuk memperkuat hasrat anak untuk bertanya, bereksperimen, atau cenderung untuk belajar. “Caranya sederhana. Dorong mereka agar mau melakukannya. Jadikan belajar itu bagian dari irama hidup keluarga,” ujar Murti Bunanta SS, MA, Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) di Jakarta…….(SLG).

    33.    Foto Media, Agustus 1995, “Kita Harus Mulai Dari Yang Karatan”.

    …….Pada sebuah seminar pernah tercetus bahwa rasa cinta terhadap buku bukan dimulai dari orang tua yang sudah ‘karatan’, melainkan dari anak sendiri. Pada saat itu pula saya mengatakan bahwa justru pokok masalah dimulai dari kita yang sudah karatan ini. Kita harus mulai dari yang karatan! Sebab, kitalah yang harus menunjukkan kepada anak manfaat dan kenikmatan membaca. Dan bila buku selalu dianggap barang mahal, kapan kita bisa menciptakan minat anak pada bacaannya karena otomatis kita jarang membelikan buku untuk mereka?…….(Alphons Mardjono ).

    34.    Majalah Hidup, No. 15 Th. LIII, 11 April 1999, “Dr. Murti Bunanta: Mendongenglah Sejak Dini”.

    …….Murti berharap, orang tua memahami minat dan kemampuan masing-masing anaknya. Dengan memberinya berbagai cerita, kemampuan mereka bisa dijajaki. Di samping itu, lanjut Murti, dengan kebiasaan membacakan cerita atau mendongengi anak, apresiasi mereka terhadap sastra sudah digugah sejak dini…….(R. Masri Sareb Putra).

    35.    Reading Time, No. 2 Vol. 40, May 1996, “Murti Bunanta”.

    …….She smiled. “You know, many Indonesians call Australia ‘America-Next-Door, because many of us are simply not aware of Australian culture, and also because we feel ignored in a way. And Australians often tend to think of Indonesia as just Bali, or else a lot of political problems. Well, wouldn’t it be nice if in a few years time, through children’s books, that image could change, so that we would each understand the other, feel comfortable with our differences, and enjoy our contacts! That’s what I hope for”…….(Sophie Masson).

    36.    Jayakarta, No. 2923 Th. VIII, 3 April 1997, “Gambaran Pengarang Cerita Anak, Tidak ‘Menguntungkan’”.

    …….Pertama kali. Sementara itu Prof. Dr. James Danandjaja selaku promotor mengatakan, Dr. Murti Bunanta adalah orang yang pertama kali mengadakan penelitian sastra kanak-kanak secara mendalam buat sebuah disertasi di Indonesia. Karena sastra yang dipilih berasal dari sastra lisan, maka ia harus menggunakan konsep-konsep dan teori-teori Folklor dan Susastra. “Akibatnya pekerjaannya menjadi agak ruwet. Untung Dr. Murti Bunanta adalah seorang yang cerdas dan tekun, walaupun agak ‘keras kepala’,” kata James…….(lk).

    37.    Berita Buana, No. 190 Th. Ke-25, 3 April 1997, “Murti Bunanta Raih Gelar Doktor: Cerita Rakyat Anak-anak Kita Masih Lemah”.

    …….Dicontohkannya, pada umumnya pengarang menuliskan kembali dongeng ‘Bawang Merah Bawang Putih’ dengan tujuan utama untuk menunjukkan moral dan sikap (sabar, pasrah, ‘nrimo’, ikhlas, dan seterusnya). Karena itu, dongeng hasil kreasi pengarang pada umumnya berkesan didaktis, moralistis, dan sentimental…….(w-dn).

    38.    Kompas, 3 April 1997, “Dr. Murti Bunanta: Ah, Hanya Bacaan Anak!”.

    …….Tentu Murti Bunanta SS, MA (51) tak mau ikut latah. Kalaupun Rabu (2/4) kemarin, gelar doktor mulai dikenakan di depan namanya, bukan itu yang penting. “Yang penting bagaimana agar semakin banyak orang tua sadar tentang peranan bacaan bagi anak-anak,” kata Murti Bunanta di rumahnya, kawasan Jakarta Selatan, Kamis lalu.

    Murti Bunanta menyampaikan beberapa saran. Seperti disampaikan dalam tesis, antara lain para penerbit Indonesia perlu memiliki editor yang handal untuk bacaan anak. Mereka tidak hanya mampu menyeleksi naskah, tapi juga mempunyai wawasan yang luas tentang masalah-masalah sekitar anak. Dengan itu, katanya, dunia bacaan anak di Indonesia akan maju…….(sts).

    39.    Warta Ibukota,  3 April 1997, “Cerita Rakyat Dapat Dijadikan Komoditi Perkenalkan Indonesia”.

    …….Cerita rakyat dapat dijadikan komoditi untuk memperkenalkan Indonesia di mata dunia jika ditangani dengan baik dan cerita rakyat mempunyai arti yang sangat penting di era globalisasi yang akan datang…….(E7/R/B3/D3).

    40.    Suara Karya, 4 April 1997, “Ny. Murti Bunanta, Dengan Bacaan Anak Meraih Doktor”.

    …….Promotor Prof. Dr. James Danandjaja dalam pidato sambutan atas pemberian gelar doktor bagi Murti Bunanta menyampaikan hormat sebesar-besarnya kepada Murti Bunanta. Alasannya karena Murti Bunanta adalah orang yang pertama kali mengadakan penelitian sastra kanak-kanak secara mendalam untuk sebuah disertasi di Indonesia…….(S-8).

    41.    Bisnis Indonesia, No. 3791 Th. XII, April 1997, “Gelar Doktor untuk Murti Bunanta”.

    …….Kendala utama penulisan cerita rakyat untuk bacaan anak, menurut dia, adalah penafsiran mengenai makna. Penafsiran makna kerap dilakukan secara eksplisit, seperti misalnya, relasi antara ibu (tiri) dan anak (tiri), serta belum menggali lambang-lambang yang tersembunyi dibalik relasi itu…….(Wibowo Prasetyo).

    42.    Mutiara, No. 859, 8 – 14 April 1997, “Bawang Merah Bawang Putih Memberi Murti Bunanta Gelar Doktor”.

    …….Para penulis cerita rakyat, menurut Murti, pada umumnya terfokus pada penggarapan tema penderitaan anak tiri sehingga mengabaikan nilai-nilai yang terkandung dalam tema sampingan. Uraian berkepanjangan penderitaan protagonis seringkali tidak diimbangi dengan uraian hukuman bagi tokoh jahat (antagonis). Akibatnya, pada akhir kisah tidak semua versi dapat memperlihatkan pesan moral kebaikan selalu mengalahkan kejahatan…….(M).

    43.    Wanita Indonesia, April 1997, “Dr. Murti Bunanta: Bacaan Anak Perlu Mendapat Perhatian”.

    …….Kemudian, saya telah 20 tahun lebih pula bergumul sebagai kritikus bacaan anak. Tetapi, disiplin ilmu ini belum banyak dimengerti orang. Belum banyak orang yang menganggap bahwa ini adalah suatu ilmu. Di negara yang sudah maju seperti Amerika, Inggris, Belanda, ilmu itu sudah berkembang. Tetapi di Asia, khususnya Asia Tenggara, memang belum…….().

    44.    Gelora, No. 4 Th. VII, April 1997, “Murti Bunanta SS, MA: Peran Ibu Sebagai Orangtua dan Praktisi Pendidikan”.

    …….Hadirnya seorang doktor bacaan anak di Indonesia, sangat membanggakan para pencinta bacaan anak, terlebih kaum wanita; karena, doktor yang terbilang langka ini menambah satu lagi nilai penting dalam persamaan gender, pria dan wanita. Berikut petikan wawancara Niken dari GELORA, dengan wanita yang telah berhasil meraih gelar doktor di bidang bacaan anak, tanggal 2 April 1997……..(Niken).

    45.    The Jakarta Post, 11 May 1997, “Books take children into new world”.

    …….Good children’s books have essential literary values and inherently appeal to young readers’ emotions. Convincing characters, for example, stir children’s feeling of love or sympathy, said Murti, who has collected more than 10,000 children’s books from all over the world. “I am concerned that many adults still consider children’s books as “fun” objects rather than serious and important literary pieces,” she said…….(Rita A. Widiadana).

    46.    Kartini, No. 617, 15 – 24 Mei 1997, “Dr. Murti Bunanta SS, MA: Saya Pengkaji dan Pengecam Buku Anak”.

    …….Hari itu 2 April 1997, memang hari yang membahagiakan bagi Murti sekeluarga. Setelah berhasil mempertahankan disertasinya dihadapan provendus, Murti berhak menyandang gelar doktor di depan namanya. Ialah doktor pertama di UI dan satu-satunya di Indonesia dibidang bacaan anak. Salah satu yang membanggakan adalah ketika promotornya Prof. Dr. James Dananjaya, memuji kerja keras Murti. “Umumnya untuk menempuh pendidikan S3 diperlukan waktu lima tahun, tetapi ia sanggup melaksanakannya hanya dalam waktu separuhnya,” kata James. Bagi Murti soal gelar ini bukanlah yang nomor satu. “Yang penting, bagaimana agar semakin banyak orangtua sadar akan peranan bacaan bagi anak-anak,” katanya…….(Ningsih/Kristina/IN).

    47.    Warta Kota, 28 Mei 1999, “Dr. Murti Bunanta SS. MA. – Buku Anak-anak: Sudah Gelap Letaknya di Pojok”.

    …….Harapan Anda untuk bacaan anak Indonesia? Wah, banyak. Saya ingin kualitas buku yang dihasilkan pengarang Indonesia lebih baik lagi. Tak kalah dengan pengarang luar dari segi tampilan, lay out, ilustrasi, dan isinya. Saya juga berharap agar apresiasi pengarang dihargai oleh pembacanya. Untuk pengarang, saya ingin mereka lebih banyak bergaul dengan anak-anak, sehingga bisa memahami jiwa mereka. Saya ingin guru-guru Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar belajar mendongeng. Perpustakaan jumlahnya bertambah banyak. Itu saja…….(Sandra Ratnasari).

    48.    Republika, 25 Juli 1999, “Dr. Murti Bunanta, SS, MA: Masih Banyak Hak Anak Yang Terabaikan”.

    …….Hak anak-anak kita masih jauh dari dipenuhi. Kita memiliki komite anak, tapi apakah anak sudah banyak merasakan hak-hak anak sebenarnya. Soal pendidikan, misalnya, banyak sekolahan yang roboh. Siapa yang memperjuangkan? Saat ini anak kesulitan mendapatkan cerita, buku-buku, film televisi yang bermutu, informasi yang benar, lagu yang mendidik. Tapi siapa peduli? Anak sekarang kesulitan untuk mendapatkan tempat untuk mengekspresikan diri dengan baik…….().

    49.    Nova, No. 598 Th. XII, 15 Agustus 1999, “Dr. Murti Bunanta, SS, MA: Keprihatinan Yang Berbuah Penghargaan”.

    …….Sudah 10 tahun ia berjuang meningkatkan kualitas bacaan anak di Indonesia lewat Kelompok Pencinta Bacaan Anak. Resminya, ia adalah pengamat, peneliti, dan kritikus bacaan anak. Namun karena tak ingin dianggap cuma bisa ngomong, alumnus Sastra Belanda UI ini bersama rekan-rekannya juga membuat buku-buku anak. Siapa sangka, karyanya mendapat penghargaan internasional…….(Kurniasih Tjitradjaja).

    50.    Suara Pembaruan, 21 September 1999, “Sastra Multietnis Membantu Anak Hargai Perbedaan dan Kemajemukan”.

    …….Kebutuhan masyarakat, khususnya anak-anak pada buku-buku yang menggambarkan dan memperkenalkan kekhasan setiap kebudayaan di Nusantara sudah sangat mendesak. Mereka dapat dibimbing melalui buku-buku untuk mengenali perbedaan dan kemajemukan bangsa sehingga terjadi pemahaman budaya dan memupuk toleransi…….(UW/W-9).

    51.    Media Indonesia, 13 Februari 2000, “Menumbuhkan Minat Baca Anak”.

    …….Upaya lain, kata Murti, dengan membuat perpustakaan keluarga atau kelompok baca. “Anggotanya bisa teman-teman sepermainannya atau teman di sekolah,” ujarnya. Orang tua atau guru tetap memberikan bimbingan dengan membuatkan program khusus. “Buat menjadi semacam permainan, seperti bergilir membacakan cerita atau mendongengkan kembali,” ujarnya…….(Lea/FR/C-2).

    52.    Bisnis Indonesia, 16 Juli 2000, “Indonesia bisa kehilangan satu generasi”.

    …….Sayangnya, sekarang ini sarana kreatif untuk anak-anak tidak bisa dirasakan bagi semua kalangan. Pihak swasta mengelola taman bermain anak lebih pada kepentingan bisnis. Sementara pemerintah tidak mampu menyediakan arena bermain gratis sekaligus mendidik buat anak-anak…….(shi).

    53.    Pro-Tv, No. 25 Th. II, Juli 2000, “Acara anak di televisi selain kurang, juga tak bervariasi”, (ira).

    54.    Kompas Cyber Media, 16 November 2000, “Murti Bunanta: Getol Memasyarakatkan Dongeng”.

    …….Doktor pertama dari Universitas Indonesia (UI) yang meneliti sastra anak sebagai topik disertasinya ini, merupakan orang yang paling getol memasyarakatkan kembali dongeng-dongeng cerita anak yang kini hampir asing di telinga anak-anak Indonesia…….(EKO).

    55.    Famili, 7 Januari 2001, “Buku kanak-kanak boleh bantu bentuk kepribadian mulia”.

    …….Tambah beliau: “Bagi diri saya, saya suka menulis cerita yang saya suka. Saya ingin kongsi dengan pembaca saya. Kanak-kanak tidak suka disuruh bikin itu dan ini, walaupun apa yang disuruh itu baik. “Yang penting ialah kita menunjukkan perbuatan baik dilakukan oleh seseorang dan dia diberi ganjaran. Ini pasti membuka minda mereka untuk memikirkan bahwa yang baik itu harus dilakukan, tidak perlu disuruh atau diperintah.” Ibu bapa pula, menurut Dr. Murti, harus bijak memilih bahan bacaan untuk anak-anak mereka. “ Mereka harus proaktif. Kalau anak-anak membaca, ibu bapa juga harus membaca – membaca kepada anak-anak mereka atau membaca bersama anak-anak mereka. Mereka harus menjadi contoh yang baik kepada anak-anak mereka…….(Anuar Othman).

    56.    Republika, 4 Februari 2001, “Murti – TS Bunanta: Cinta Buku dan Pernik Etnik”.

    …….Bila rasa cinta telah meresap, pegorbanan pun akan dilakukan. Ini pula yang terjadi pada keluarga Bunanta terhadap buku, benda-benda etnik dan koleksi lainnya yang ada di dalam rumah mereka. “Rumah itu tempat untuk menikmati hidup. Nah, kami menikmati hidup dengan buku dan memandangi benda-benda etnik itu, papar pakar sastra anak Murti Bunanta…….(ratu ratna damayani).

    57.    Tabloid Ibu dan Anak, No. 123 Mg. 13 Th. III, 29 Maret – 4 April 2001, “DR. Murti Bunanta, S.S., M.A., spesialis sastra anak: Jembatan Membuka Pengetahuan”.

    …….Sebenarnya tak perlu ada lembaga sensor untuk komik. Saya tak setuju dengan adanya. Masalahnya komik buat anak tentu punya kriteria khusus. Kriteria komik yang baik untuk anak, antara lain, harus bisa memotivasi anak untuk mencari penjelasan yang lebih lengkap. Dengan kata lain, komik hanya jembatan untuk mengenalkan berbagai macam pengetahun. Komik dalam memberikan penjelasannya kadang menggunakan gambar yang tidak terlalu lengkap. Dan diharapkan setelah membaca komik anak tertarik untuk melengkapinya dengan membaca buku yang lebih lengkap…….(MIRA).

    58.    Swara Kartini Indonesia, No. 39, 7 – 20 Mei 2001, “Dr. Murti Bunanta, SS, MA: Kita Memang Beragam”.

    …….Masuknya pengaruh kekuasaan, menurut Murti, sejak dulu telah menjadi momok dalam pengembangan sastra. Momok itu misalnya embel-embel ideologi dan atau indoktrinisasi. “Tak perlulah sebuah cerita rakyat semacam Si Kabayan saja harus diberati dengan misi Pancasilais, misalnya,” kata Murti…….(Dedi A).

    59.    Koran Tempo, 29 Juni 2001, “Antara Dunia Anak dan Buku Sastra”.

    …….Dunia anak-anak dan buku adalah dua hal yang selalu memukau Murti Bunanta. Keduanya memberi inspirasi pada setiap langkah hidupnya. Pendiri Kelompok Pencinta Bacaan Anak ini berharap suatu saat akan ada buku-buku sastra anak yang bukan saja menghibur, tapi mampu menjawab keingintahuan anak-anak akan kehidupan…….(utami).

    60.    Suara Pembaruan, 29 Juli 2001, “Agar Bercerita Jadi Suatu Kebiasaan”.

    …….”Dari pengamatan saya bertahun-tahun sebagai spesialis sastra anak, saya berkesimpulan cerita rakyat yang telah ditulis ulang banyak yang tidak menghormati cerita rakyat itu sendiri. Cerita itu tidak ditulis dengan pantas sehingga nilai-nilai yang ada menjadi hilang dan berkurang,” katanya…….(U-5).

    61.    Sinar Harapan, 31 Juli 2001, “Utamakan Moral dan Pendidikan pada Buku Cerita Anak”, (srs).

    62.    Republika, 5 Agustus 2001, “Memperbaiki Imajinasi Anak”.

    …….Jangan memandang remeh imajinasi anak-anak. Karena, rangsangan imajinasi bisa mendorong keingintahuan anak – bekal menjadi cerdas. Sayangnya, banyak buku anak-anak yang mengabaikan hal itu. “Kalau anak sering dirangsang dengan bacaan dan ilustrasi bermutu, maka otaknya terangsang, muncul curiosity dan bertanya, imajinasinya lantas ikut terangsang juga. Sekarang tinggal bagaimana orang dewasa itu merangsangnya saja,” papar pakar sastra anak-anak Dr. Murti Bunanta SS, MA.  …….(ratu ratna damayani).

    63.    Koran Tempo, 16 September 2001, “Buku Cerita Anak Indonesia: Tenggelam di Balik Karya Terjemahan”.

    …….Soal masih lemahnya penulisan cerita anak-anak di Indonesia itu, memang diakui Murti Bunanta, yang aktif menulis cerita anak. “Secara umum memang (kualitasnya) masih kurang,” ujar Murti. …….(anggoro gunawan).

    64.    Koran Tempo, 16 September 2001, “Para Penulis Buku Anak Bicara tentang Nasibnya”.

    …….Di samping itu, Murti menganggap promosi yang dilakukan penerbit kurang gencar untuk buku-buku anak karya penulis dalam negeri…….(anggoro gunawan).

    65.    Indosiar Dotcom, 17 Oktober 2001, “Buku Bacaan Anak Perlu Dibenahi”.

    …….Tertariknya Murti pada dunia bacaan anak-anak diungkapkannya karena memang minatnya terhadap sastra anak-anak dan ia melihat bahwa dunia anak adalah hal yang sangat mendasar yang harus diperhatikan tetapi orang lupa. “Sehingga jika tidak ada yang peduli dan tertarik siapa lagi yang akan memperhatikan sastra anak-anak karena itulah saya berkecimpung di dunia tersebut. Selain itu bagaimana kita menumbuhkan minat baca pada anak jika buku dan sarananya tidak ada. Kalau cuma hanya sekedar buku-buku cerita yang dikemas tidak menarik dan hanya buku bacaan asing seperti Crayon Sinchan, Sailormoon dan lain-lainnya kan kasihan anak-anak Indonesia,” ujar ibu dua anak dan nenek seorang cucu…….(Indah KS).

    66.    The Jakarta Post, 18 June 2002, “Murti, children’s story teller”.

    …….I start with folk stories because these are what i love. When i was a child, my mother told me stories, and these became the subject of my research. By retelling the folk tales, we introduce our culture, our spirit, to others, and we get to know ourselves,” said Murti……(Endah Roh Suciati).

    67.    Kompas Cyber Media, 21 Agustus 2002, “Murti Bunanta: Karya Ilustrasi Buku Anak Kurang Diperhatikan”.

    …….Sebagai langkah mengubah pandangan-pandangan seperti itu. Sebuah langkah pun ditawarkan. KPBA kerja bareng kedutaan Besar Republik Slovakia berencana menggelar sebuah pameran Ilustrasi Buku Anak, yang akan dilangsungkan di Galeri 678, Kemang, Jakarta, dan selanjutnya diboyong ke Bandung dan Yogyakarta…….(EH).

    68.    Majalah Hidup, No. 39 Th. LVI, 29 September 2002, “Hindari Buku-buku Fanatik”.

    ……Menurutnya, buku yang dikemas dengan kefanatikan terhadap agama tertentu akan menimbulkan konflik agama karena mengajarkan sentimen pada agama lain. “Seharusnya buku atau majalah yang bernuansa agama bersifat dan bersikap objektif, netral, dan bijaksana.”…….(Maria Etty).

    69.    Buletin Warta IKAPI Jakarta, Januari 2003, “Ibarat Makanan, Buku Harus Bergizi”.

    …….Konsent Ibu sekarang di situ? Ya, sekarang Anda memberi makanan, kan tidak hanya sekadar memberi makan. Makanan itu harus bergizi, kalau semua orang tidak memikirkan gizinya, akibatnya sulit. Begitulah ibaratnya. Jadi supaya hasilnya bagus, gizinya juga harus bagus, tak sekadar memberi buku, atau memberi makan, tapi yang lebih penting adalah gizinya. Nah, untuk mengetahui gizinya, pengelola perpustakaan seharusnya belajar, supaya yang kita tanam itu hasilnya nanti tidak lebih jelek. Itu yang harus diperhatikan oleh anak-anak muda…….(bjs).

    70.    Kompas Cyber Media, 1 Februari 2003, “Sarapan Pagi Bersama: Murti Bunanta – Jangan Anggap Sepele Ilustrasi Buku”.

    …….”Ketika seorang anak hendak membaca sebuah buku, tentunya yang pertama kali akan dia lihat adalah ilustrasinya terlebih dahulu. Jadi sebuah ilustrasi secara langsung atau tidak, bisa menjadi umpan bagi anak-anak untuk mau membacanya,” ungkap Murti kepada KCM dalam sebuah percakapan belum lama ini.

    “Secara disadari atau tidak, anak juga akan diajarkan bagaimana menumbuhkan daya apresiasi terhadap sebuah karya seni. Mereka nantinya akan mampu memberikan penilaian mana sebuah ilustrasi yang bagus atau sebaliknya,” paparnya…….(eh).

    71.    Warta Kota, 3 Februari 2003, “Murti Bunanta Raih Dua Penghargaan Internasional”.

    …….Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) Murti Bunanta meraih penghargaan internasional BIB (Biennial of Illustrations Bratislava) Honorary Palgue tahun 2002 atas pengabdiannya terhadap pengembangan karya sastra anak di Indonesia melalui KPBA. Penghargaan dari BIB merupakan salah satu penghargaan tertua dan bergengsi dari Slovakia untuk dunia sastra bidang ilustrasi. Penghargaan atas peran serta Murti memajukan mutu bacaan anak melalui ilustrasi ini diserahkan oleh Executive Committee (EC) BIB. Menurut Murti, dalam 10 tahun terakhir ini, pihak EC BIB hanya memberikan kepada tiga orang, termasuk Murti. Penerima lainnya di antaranya Direktur Unesco di Paris. Murti memang sudah dikenal lama di BIB karena dialah satu-satunya yang pernah menjadi juri BIB selama tiga tahun berturut-turut yakni tahun 1997, 1999, dan 2001.

    Selain penghargaan tersebut, pendiri KPBA di tahun 1981 itu juga memperoleh penghargaan Octogones 2002 dari International Center of Studies in Youth Literature (ICSYL) untuk (teks) karya bukunya Legenda Pohon Beringin, yang terbit tahun 2001. Ada tiga golongan atau kategori pemenang Octogones, yakni untuk Buku Balita, Buku Fiksi untuk Anak dan Buku Non Fiksi untuk Anak…….(yus).

    72.    Kompas, 4 Februari 2003, “Penghargaan Internasional – Untuk ‘Legenda Pohon Beringin’”.

    …….Buku LPB adalah karya kedua Murti yang mendapat penghargaan internasional. Tahun 1998, bukunya yang berjudul Si Bungsu Katak  juga pernah mendapat Honorary Award dari Janusz Korzcak International Literary Prize (Polandia). “Ironisnya, di Indonesia sendiri buku-buku bacaan untuk anak kurang mendapat apresiasi,” ujar Murti…….(NAR).

    73.    Suara Pembaruan, 7 Februari 2003, “Aktivis KPBA Terima Penghargaan Internasional”.

    …….Dr. Murti Bunanta yang dikenal sebagai ketua dan pendiri KPBA telah menerima dua penghargaan internasional yakni BIB Honorary Plague dari Slovakia. Murti dianggap berjasa memajukan mutu ilustrasi buku anak melalui program Biennial of Illustration Bratislava (BIB)…….(U-5).

    74.    Koran Tokoh, 8 April 2003 “Dr. Murti Bunanta, SS, MA: Pelajaran Budi Pekerti bukan Hafalan”.

    …….Khusus untuk anak-anak, Murti lebih menekankan kepada peranan orang tua dalam membentuk budi pekerti mereka. Pada dasarnya, Murti setuju bila pendidikan budi pekerti dimasukkan menjadi kurikulum. Bukan Cuma pelajaran titipan saja. Namun, tergantung bagaimana konsep budi pekerti itu sendiri dibuat. Bila hanya dikonsepkan sebagai materi pelajaran yang mesti dihafal, sangat tidak efektif. “Saya tidak setuju bila budi pekerti diterapkan hanya sebagai buku pelajaran dan bahan hafalan. Dipaksa untuk dihafal dan dituntut mendapat nilai bagus,” katanya…….(U-5).

    75.    Majalah Her World Indonesia, June 2003, “Membuka Jendela Dunia”.

    …….Ketika membaca sebuah berita di koran Kompas tentang penghargaan internasional untuk buku Legenda Pohon Beringin karangan Dr. Murti Bunanta, hati ini bahagia. Perasaan ini muncul bukan semata karena saya mengenal baik Dr. Murti, namun lebih karena selama ini berita-berita dari mancanegara tentang negeri kita selalu saja negatif. Kalau kali ini ada berita karya anak bangsa kita dihargai di forum internasional, itu berita langka.
    Mantan atlet renang andalan Jawa Tengah tahun 1960-an ini menggondol dua penghargaan sekaligus dari International Center of Studies  in Youth Literature (Perancis), penghargaan Octogones 2002 untuk kriteria Pantulan Khayalan Luar Negeri (fiksi) dan untuk Seni Grafis (ilustrasi). Buku yang diangkat dari cerita rakyat. Jawa, Madura dan Bali ini berhasil menyisihkan puluhan buku cerita dari berbagai negara yang diseleksi oleh International of Studies in Youth Literature. Dari 16 judul buku yang masuk nominasi untuk kategori buku balita, buku fiksi anak dan buku nonfiksi anak, Legenda Pohon Beringin akhirnya terpilih menjadi buku fiksi anak terbaik.
    Ini anugerah kedua Murti Bunanta. Anugerah pertama diperolehnya dari Janusz Korszak International Literary Prize (Polandia) tahun 1998 untuk buku berjudul Si Bungsu Katak.
    Murti tergolong manusia ‘langka’. Ketika para orang tua lain berlomba menggiring anak-anak memasuki dunia selebriti melalui acara-acara hiburan anak di televisi, ia justru berupaya keras menggiring anak-anak membaca. Sejak tahun 1980-an, ia terus menaruh kepedulian terhadap bacaan anak di Indonesia.
    Kepeduliannya ini dilanjutkan dengan membentuk Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA) bersama karikaturis kondang GM Sudarta serta Drs. Sujadi alias Pak Raden. Lewat KPBA kiprah Murti semakin intens. Ia acap menggelar acara-acara untuk memajukan dunia bacaan anak. Semisal acara mendongeng bersama para tokoh, pameran buku dan ilustrasi buku anak, workshop bagi ilustrator buku anak, workshop mendongeng, demo membuat buku kain, mendongeng untuk anak-anak di rumah-rumah sakit, panti asuhan, dan sebagainya.
    Acara-acara yang digelarnya tak pernah sepi peminat. Namun dibandingkan acara-acara hiburan lainnya, acara ini masih terasa kurang gaungnya. Seibarat menabuh genderang ditengah keramaian, tak banyak orang yang mendengar karena masing-masing asyik dengan urusannya sendiri.
    Kegiatan mendorong anak-anak membaca buku-buku berkualitas seperti dilakukan Murti manfaatnya tidak dapat dilihat seketika. Bisa jadi baru 10-15 tahun kemudian pengaruhnya tampak setekah anak-anak itu dewasa dan menjadi pemimpin. Mereka yang memiliki kebiasaan membaca pada umumnya akan lebih luas wawasannya, lebih bijaksana, dan lebih cendekia dibandingkan mereka yang kurang membaca…….(Sri Mustika).

    76.    Reformata, Edisi 14 Th. II, Mei 2004, “Dr. Murti Bunanta Ketua Kelompok Pencinta Bacaan Anak: Bila Buku Cerita Anak Kurang Diminati”.

    …….Gerah melihat mutu buku cerita anak-anak lokal yang sulit bersaing dengan buku bacaan luar negeri, membuat wanita yang mendapat gelar doktor pertama di bidang Sastra Anak, Fakultas Sastra UI, ini menghabiskan waktunya untuk membuat buku-buku anak bercorak daerah…….(Daniel Siahaan).

    77.    Harian Surya, 10 Oktober 2004, “Murti Bunanta: Mencukil Cerita Rakyat”.

    …….Murti Bunanta, Ketua KPBA (Kelompok Pencinta Bacaan Anak) memulai dari sebuah ejekan. Bidang sastra anak yang memberinya gelar sarjana, master, doktor membuat Murti dianggap sebagai tukang kritik. Murti lalu membuat cerita rakyat. Dia yakin bahwa cerita rakyat sangat menarik asal dikemas dengan bagus…….(end).

    78.    D’Maestro, No. 10 Th. I, 10 Februari 2005, “Dr. Murti Bunanta, SS., MA: Pendekar Sastra Anak”.

    …….Di dunia sastra anak Indonesia, nama Dr. Murti Bunanta, SS., MA sudah tidak asing lagi – bahkan mendapat julukan Pendekar Sastra Anak.

    Bersama Kelompok Pencinta Bacaan Anak (KPBA), ia melakukan berbagai kegiatan. Seperti seminar, pelatihan mendongeng, pembacaan buku atau mendongeng untuk anak-anak yang sakit di rumah sakit, di sekolah, dan di toko buku…….(Dwi Ratih).

    79.    Warta Kota, 22 Mei 2005, “Ayah-Ibu, Mendongenglah”.

    …….Buku-buku cerita bergambar, menurut Murti bisa menjadi modal awal yang baik untuk menghadirkan dongeng menarik, sambil membiasakan anak dengan buku. “Selain itu, yang penting adalah menempatkan diri sebagai media dari dongeng. Dan itu terserah interpretasi dan kreativitas setiap individu, bisa dengan boneka, jari-jari tangan, atau permainan suara,” kata wanita yang sudah berkecimpung selama 18 tahun di dunia bacaan anak itu…….(dra).

    80.    Harian Surya, 14 Agustus 2005, “Berbagi Pelangi untuk Anak-anak”.

    …….Murti memimpikan penghargaan untuk penulisan dan penelitian sastra anak oleh banyak lembaga bergengsi, universitas pendidikan menyelenggarakan kuliah sastra anak untuk calon guru yang diberikan oleh pengajar yang berkualitas, ada cukup dana untuk menambah koleksi buku di perpustakaan sekolah dan umum, dan dana khusus dari pemerintah untuk menerbitkan buku lokal bermutu dan menerjemahkan buku asing berkualitas. Dengan demikian bolehlah berkata: Bacaan Anak Indonesia telah layak!…….(Endah Imawati).

    81.    Buku 15 Inspirasi Wanita , Metanoia Publishing, “Dr. Murti Bunanta, S.S., M.A., Pecinta Bacaan Anak”.

    …….Bila menelisik satu per satu buku-buku hasil karangannya, perasaan cinta kasih hampir mewarnai seluruh karya tulis wanita yang ramah ini. Baginya kehidupan saling memberi dan menerima ini merupakan dasar kehidupan dari setiap manusia di dunia…….(Daniel Siahaan).

    82.    Majalah Forum, No. 20 Th. XV, 4 – 11 September 2005, “Kumpul Bocah ala Murti Bunanta”.

    …….Lebih lanjut tentang KPBA. Menurut Murti, lembaga ini didirikan karena masih sedikit orang yang peduli terhadap bacaan anak. Juga karena sastra anak adalah suatu ilmu yang harus dipelajari dan dikembangkan. Tapi sayang, hingga lebih dari satu dasawarsa KPBA berdiri, belum ada lembaga serupa yang tertarik untuk mewadahi bidang ini. “Bila hal ini terus berlanjut, tentu saja bacaan untuk anak tidak akan pernah berkembang,” cetus Murti yang telah melakukan banyak hal setelah KPBA berdiri. Seperti membuat pameran mainan anak, festival buku anak, pentas anak, dan pemutaran film yang bertema anak…….(swu dan siti asnah).

    83.    Wanita Sehat, No. 21, 8 April 2006, “Doktor yang Pakar Dongeng”.

    …….Murah senyum, ceria dan enerjik adalah gambaran dari wanita berusia 60 tahun ini. Tidak ada kata malas dan santai dalam kamus hidupnya. Karenanya, ia selalu ingin berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain, siapa pun itu tanpa terkecuali, terutama anak-anak…….(***).

    84.    Buletin Pusat Perbukuan, Vol. 12, Januari – Juni 2006, “Sosok yang Konsisten pada Buku Bacaan Anak”.

    …….Di Indonesia, terutama di kalangan pendidikan, nama Murti Bunanta sepertinya sudah tidak asing lagi. Bahkan di luar negeri, nama Murti Bunanta sudah banyak dikenal. Popularitasnya itu tak lain berkat kiprahnya yang konsisten pada buku bacaan anak. Kecintaannya pada buku bacaan anak sudah diperlihatkan sejak kuliah S1 di Fakultas Sastra Universitas Indonesia Jurusan Sastra Belanda, dengan skripsi tentang bacaan anak. Bahkan, Murti Bunanta adalah doktor pertama dari Universitas Indonesia yang memilih sastra anak-anak sebagai topik disertasi…….(Agus W).

    85.    Suara Pembaruan, 15 Februari 2007, “Prihatin Anak”.

    …….Murti menambahkan upaya pemulihan mental lewat mendongeng sebenarnya sudah lama diterapkan KPBA. Dibeberapa rumah sakit di Jakarta, aktivis KPBA memberikan terapi mental dengan mendongeng…….(U-5).

  3. Nebula, Edisi Khusus No. 4/Thn IV/Maret 2008, “Dongeng Buat Anak Indonesia”.

    …….Di sebuah rumah kantor, seorang perempuan berumur 62 tahun duduk tenang di kursinya. Dialah Murti Bunanta, seorang ibu yang tengah berharap agar masa depan yang cerah menjadi milik anak-anak Indonesia…….(Hendi Johari).

  4. Indopos, Jawa Pos News Network (JPNN), 2 Agustus 2008, ” Lebih Dekat dengan Murti Bunanta, Pakar Sastra Anak”.

    …….Buat Murti, buku dan anak-anak adalah sumber inspirasi tiada akhir dalam hidupnya.  Tak heran bila ia memilih sastra anak sebagai jalan hidupnya.  “Saya tertarik sastra anak karena memang sedikit orang tertarik.  Tapi, saya justru menemukan surga di dalamnya,” kelakarnya, lantas tertawa lirih…….(Lilis Rohanah).

  1. Merdeka, 12 November 2008, “Murti Bunanta, Tak Pernah Lelah Mendongeng – Tanpa Donatur Tetap Jalan”.

    …….Tanpa lelah, Murti memberikan pelatihan kepada guru-guru, mengadakan seminar, dan membuat perpustakaan motor.  Semua itu dilakukannya demi membangun anak-anak Indonesia.  Sudah 20 tahun perjalanan KPBA, tapi belum ada donatur tetap.  Kondisi ini tak menyurutkan semangat Murti.  Berbekal tekad untuk melakukan sebuah perubahan, ia terus melangkah…….(Nila Kurnia).

  1. Langit Perempuan, Indonesian Women Unlimited, 30 Desember 2008, “Murti Bunanta Rintis Gerakan Dongeng Anak Sebagai Pelestarian Budaya”.(Nani Buntarian)
  2. Buletin Tzu Chi, No.47/Juni 2009, “Cita-Cita Para Pencinta Anak”.

………Murti bertutur bahwa respon masyarakat terhadap apa yang mereka lakukan sangat positif. Namun pekerjaan untuk melestarikan minat baca merupakan tantangan besar untuk diwujudkan. “Pekerjaan ini tidak bisa digaji, tapi harus dilakukan karena dia suka,” ucapnya tegas………(Ivana).

  1.      Nakita, No.549/TH.XI/5-11 Oktober 2009, “Tumbuhkan Cinta Sastra Pada Si Kecil”.

………Salah satu sebab karya sastra kurang dicintai kata ahli sastra anak, DR. Murti Bunanta, SS, MA kemungkinan akibat dari cara pengajaran sastra di sekolah yang sekadar hafalan dan hanya sebagai mata pelajaran. “Masalahnya guru tidak tahu cara mengajarkan sastra yang menyenangkan, tahunya hanya sebagai mata pelajaran dengan berbagai pertanyaan yang menjurus pada instruksi”……… (Hilman Hilmansyah).

  1.     Mother and Baby, Mei 2010, “Murti Bunanta, Melayani Anak-Anak dengan Buku”.

……..Ketiklah di Google: buku sastra anak Indonesia. Maka muncul nama Murti Bunanta di sana. Ketertarikan Ibu Murti Bunanta pada sastra anak mengantarkannya pada gelar Doktor (pertama di Indonesia) yang meneliti sastra anak-anak sebagai topik disertasi. Namun Ibu Murti tak berhenti hanya sampai di situ. Selain kemudian menulis puluhan buku anak yang banyak di antaranya meraih penghargaan Nasional maupun Internasional, Ibu Murti juga mendirikan KPBA, Kelompok Pencinta Bacaan Anak……(M&B).

  1.     Indoconnex, Juli, 2010, “Murti Bunanta, Pejuang Minat Baca Anak”.

…….Murti mempunyai filosofi bahwa semua orang adalah sama, punya hak yang sama, dan meskipun punya perbedaan namun harus bisa mendapatkan kesempatan yang sama. Itulah yang terus diperjuangkannya sampai saat ini. Supaya setiap orang beroleh kesempatan membaca, sebagai fondasi untuk menimba ilmu. Sebagai penutup, Murti Bunanta menyatakan harapannya, “Supaya pemerintah lebih banyak memperhatikan buku anak, lebih banyak perpustakaan, lebih banyak buku dan ilustrator bagus yang bisa mendapat banyak kesempatan.” Sedangkan untuk anak-anak Indonesia yang tinggal di Singapura, dia berpesan, “Kita tetap orang Indonesia. Maka jangan lupakan bahasa Indonesia dan budayanya. Kalau kau punya sedikit pengetahuan tentang Indonesia, itu akan lebih baik……. (Evelina Salim & Susan Tjahjana).

  1.     Suara Pembaruan, Minggu, 11 Juli 2010, “Menyaring Budaya Asing dalam Bacaan Anak”.

…….Sayangnya, orang Indonesia sendiri yang tidak peka melihat konten lokal tersebut. “Pemerintah, guru, dan orang tua harus peka dalam menangkap buku-buku yang memiliki konten lokal sebagai bacaan anak’, ujarnya……….(O-11)

  1.     Kompas, Jumat, 12 November 2010, “Festival Bercerita, Mencerdaskan Anak dengan Bercerita”.

…….Murti Bunanta mengatakan, festival bercerita adalah upaya mencerdaskan bangsa lewat beragam acara yang bersifat edukatif. Kegiatan ini sekaligus untuk melestarikan budaya membaca dan memelihara keragaman cerita Nusantara. “Kami tidak hanya fokus kepada anak-anak, tetapi juga kepada guru-guru dengan cara memberikan pelatihan agar mereka memiliki keterampilan menceritakan hal-hal yang sarat pesan moral kepada anak-anak,” ungkapnya………(Nal).

  1.     Gaya Hidup Sehat, Edisi 595/10-16 Desember 2010, “Bersama KPBA Cerdaskan Bangsa”.

……Membaca tak hanya mencerdaskan anak-anak, tapi juga bisa meningkatkan martabat dan harkat bangsa kita di mata internasional,” katanya…………..(Putri).

  1.    Sunday Post, January 9, 2011, “Once upon a time …”.

…….Murti said there was no regulation that restricted the best time to tell stories to children. Busy parents who did not have time to tell stories at bed time could use any oportunity to tell a story to their children. Stories, she said could serve as effective teaching media as well as entertainment, where it is enjoyed and appreciated…………..(Indah Setiawati).

  1.     Media Indonesia, Jumat, 22 Juli 2011, “Murti Bunanta Memperkaya Anak-Anak Lewat Bacaan”.

……..Bagi Murti, tidak ada yang dapat menggantikan kebahagiaan yang didapatkannya saat melihat antusiasme anak-anak penerima buku dongeng yang dia tulis. Mimik girang para bocah itulah yang menjadi kekayaan luar biasa untuknya.”Ini hadiah buat saya yang tidak bisa dihitung dengan uang. Apa yang saya berikan, hasilnya luar biasa buat anak dan diri sendiri. Saya justru menjadi kaya secara moral dan pengetahuan. Inilah pilihan hidup saya,” tandas perempuan yang sudah menulis 43 judul buku anak itu……(Christina).

  1.     Kartini, No.2301/28Juli-11 Agustus 2011, “Untuk Cetak Generasi Berkualitas, Orang Tua Kreatif Ajak Anak Gemari Buku”.

…….Yang justru jadi pertanyaan sekaligus meresahkannya adalah bagaimana minat baca pada orang dewasa di Tanah Air kita. “Sepatutnya pengurus organisasi yang suka menyumbang atau memberikan buku-buku untuk anak-anak ini juga suka membaca, karena orang dewasa haruslah menjadi teladan selaku pencerita buku……..(Risma dan Siska).

  1.  Prevention, Maret 2012, Real life, What they believe; “Murti Bunanta, kedatangannya selalu dinanti anak-anak yang menempati bangsal rawat inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM, Jakarta)”

………Cinta pada anak dapat ditunjukkan dengan berbagai cara. Salah satu cara terbaik yang dapat kita lakukan adalah dengan mendongeng. Anak yang gembira menurut Murti, akan memiliki keinginan kuat untuk sembuh. Inilah yang akhirnya membuat mereka mau minum obat, makan, dan melakukan aktivitas lain agar dapat segera pulih……..(Rooslain Wiharyanti).

  1.  Inspirasi Indonesia, vol.30/Th.III/2012: ”Murti Bunanta, Mendongeng Untuk Anak-anak Indonesia” (Sosok)

………Untuk membina kemampuan orang dewasa yang terlibat dalam pendidikan anak, mereka datang ke berbagai pelosok Indonesia mengajak guru-guru dan mendongeng secara sukarela demi meningkatkan minat baca anak, mutu bacaan, dan layanan perpustakaan…..(Lex)

  1.     Kartini, Edisi Khusus Perempuan Inspiratif 2012 (April 2012): ”Murti Bunanta, Pegiat Sastra Anak”

 …….Murti Bunanta adalah pengarang buku anak-anak Indonesia yang karyanya banyak mendapat penghargaan internasional. Lebih dari 195 tulisan sastra anak-anak telah ia hasilkan dan dipublikasikan di dalam maupun luar negeri. Bagi Murti, buku merupakan sarana efektif untuk mendidik anak dengan cara menyenangkan tanpa menggurui…..(RH)

  1. Intisari Extra, Smart and Inspiring-Inspirasi Perempuan, (Juni 2012): “Murti Bunanta: Harapan dalam Sepotong Dongeng” Kisah seorang perempuan Indonesia yang menyimpan asa kepada anak-anak Indonesia lewat cerita-cerita yang disampaikannya.

……..Murti sangat meyakini anak Indonesia akan menjadi pelaku kebudayaan yang aktif jika diberi kesempatan untuk berekspresi. Masalahnya menurut perempuan kelahiran Semarang ini, para orang tua dan pemerintah Indonesia kurang memberi jalan untuk menuju ke arah sama…….(Hendi Johari)

 


×


×