Diskusi, Seminar dan Lokakarya Buku untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Pada hari Jumat tanggal 16 Mei 2008, Kelompok Pencinta Bacaan Anak mengadakan diskusi buku untuk Anak Berkebutuhan Khusus, semisal autis, tourette, tunanetra, tunagrahita, tunarungu, anak dengan kesulitan penglihatan, disleksia, dan lain-lain. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu tanggal 17 dan 18 Mei 2008, KPBA bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional mengadakan seminar dan lokakarya khusus bagi 130 guru dari Sekolah Luar Biasa se-DKI Jakarta.

Pada kesempatan ini, KPBA mengundang dua orang ahli dari Norwegia, Heidi Cortner Boiesen (Direktur Pusat Dokumentasi IBBY untuk Buku Anak Berkebutuhan Khusus) dan Sissel Hofgaard Swensen (Ahli buku untuk anak dengan kebutuhan khusus). Selain itu, KPBA sengaja mendatangkan Outstanding Books for Young People with Disabilities, sebanyak 65 judul buku yang khusus dipinjam dari Pusat Dokumentasi IBBY untuk Buku Anak Berkebutuhan Khusus di Haug School and Resource Centre, Norwegia. Buku-buku tersebut merupakan koleksi penerbitan terbaik dari seluruh dunia pada tahun 2007 yang diharapkan dapat memberikan inspirasi pada semua peserta diskusi yang hadir. IBBY adalah International Board on Books for Young People dengan 75 negara sebagai anggota, diantaranya Indonesia. IBBY berkedudukan di Basel (Swiss), sedangkan buku-buku terbaik untuk anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) yang dikumpulkan dari berbagai negara disimpan di Norwegia. Sampai saat ini para penerbit Indonesia belum berpartisipasi, bahkan mungkin belum tahu apa itu sebenarnya buku untuk anak berkebutuhan khusus.
Tepat pukul 09.00 WIB diskusi buku tanggal 16 Mei 2008 dibuka dan dipimpin oleh ketua KPBA, Dr. Murti Bunanta, SS., MA, seorang ahli sastra anak yang sudah menaruh perhatian terhadap buku untuk anak berkebutuhan khusus sejak tahun 1989. Dr. Murti Bunanta sudah menulis tentang masalah ini dalam buku berjudul “Anak, Bacaan, dan Mainan” dengan topik “Buku Cerita Bergambar dan Beberapa Jenisnya” yang terbit pada tahun 1989.

Acara pertama adalah sambutan dari Ibu Murti, dilanjutkan dengan perkenalan dan latar belakang singkat dari kedua pembicara. Setelah itu dimulai paparan oleh Heidi Cortner Boiesen mengenai koleksi buku-buku yang dipamerkan. Apa saja jenisnya, untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus apa, bagaimana cara menggunakannya, dan lain sebagainya. Di akhir paparan pertama, para peserta diskusi dengan antusias bertanya kepada narasumber, khususnya mengenai masalah yang mereka hadapi sehari-hari dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.
Setelah istirahat makan siang, acara selanjutnya adalah paparan dari pembicara ahli kedua, yaitu Sissel Hofgaard Swensen mengenai buku raba (tactile book). Dalam paparan tersebut beliau menerangkan tentang bagaimana peran dan tantangan yang dihadapi oleh penerbit dalam penerbitan buku raba, bagaimana membuat buku dengan teks sederhana dan isi sederhana yang dapat dimengerti oleh pembaca berkebutuhan khusus. Tidak hanya itu, beliau juga menjelaskan bagaimana membuat buku-buku adaptasi dan buku-buku tanpa teks untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan orang dewasa yang menderita kepikunan.

Di akhir paparan, para peserta juga diberikan kesempatan untuk bertanya dan melihat-lihat koreksi buku yang dipamerkan. Salah satu buku yang banyak menarik perhatian peserta diskusi adalah buku kain berjudul Stop Bugging Me! (Toronto: Ruth Brown, 2006). Yang membuat buku ini menarik adalah bahwa buku ini dapat dipakai oleh siapa pun, baik anak berkebutuhan khusus karena dilengkapi dengan huruf Braille sebagai buku raba untuk tunanetra, maupun untuk anak pada umumnya. Buku ini memperkenalkan berbagai jenis serangga dan juga berbagai jenis kain dengan tekstur beragam, misalnya bahan yang berasal dari kulit rusa Kanada, bahan katun dari Nigeria, bahan berminyak dari Finlandia, dan sebagainya.
Buku-buku lain tidak kalah menarik, bentuk dan isinya sangat beragam, berbagai macam buku raba untuk tunanetra, buku dengan isyarat untuk tunarungu, dan sebagainya. Buku-buku tersebut cetakannya sangat berkualitas dan dilengkapi dengan ilustrasi yang bagus. Tidak hanya buku-buku bergambar, banyak juga novel-novel berkualitas yang mengisahkan tentang kehidupan anak berkebutuhan khusus yang membangkitkan semangat, ada juga buku dalam bentuk kaset video, disket, kaset audio, dan lain sebagainya. Tidak puas-puasnya para peserta melihat buku-buku tersebut dan mengambil foto untuk dijadikan sumber inspirasi mereka. Sekitar pukul 13.30 WIB acara ditutup dengan foto bersama, semua terlihat bersemangat dan sangat gembira.
Pada tanggal 17 dan 18 Mei 2008, seminar dengan tema: “Buku untuk Anak Berkebutuhan Khusus – Apa, Bagaimana, dan Cara Seleksinya” diadakan di SLB Pembina Lebak Bulus di kawasan Cilandak dengan peserta 130 guru dari 51 SLB se-DKI Jakarta. Seminar hari pertama tanggal 17 Mei dibuka pada pukul 09.00 WIB oleh Dr. Murti Bunanta selaku ketua penyelenggara, dilanjutkan dengan sambutan dari Bapak Joko Sutopo yang mewakili Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa, Bapak Ekodjatmiko Sukarso yang berhalangan hadir, dan beberapa sambutan lainnya. Setelah itu dilanjutkan dengan penyerahan simbolis satu set buku cerita rakyat KPBA kepada beberapa wakil guru, yang keesokan harinya, pada tanggal 18 Mei setiap sekolah mendapatkan sumbangan masing-masing satu set yang terdiri dari lima judul.
Acara pertama adalah perkenalan kedua narasumber, pengantar oleh Heidi Cortner Boiesen dan dilanjutkan dengan pemutaran DVD tentang kegiatan di Haug School and Resource Centre, Norwegia, sebuah sekolah luar biasa di mana Heidi bekerja. Pada rekaman tersebut dapat dilihat aktivitas sehari-hari anak-anak berkebutuhan khusus dalam hubungan mereka dengan para guru dan asisten yang membantu mereka di sekolah. Acara berikutnya adalah paparan pertama dari Sissel Hofgaard Swensen tentang Bacaan Adaptasi – tantangan, kebutuhan dan peluang, yaitu tentang beberapa petunjuk praktis pembuatan buku untuk anak berkebutuhan khusus ditinjau dari sudut teks, isi, cetakan, penggunaan bahasa isyarat, BLISS dan piktogram, gambar, dan gambar raba. Tidak hanya itu, Sissel juga menerangkan tentang pentingnya dan ketersediaan bacaan adaptasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Paparan selanjutnya dibawakan oleh Heidi Cortner Boiesen, tentang Buku untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Dalam paparanya, Heidi menjelaskan pengalamannya sebagai pustakawan yang bekerja di Haug School and Resource Centre, selama hampir 15 tahun. Di sana mereka mengoleksi buku-buku yang termasuk Outstanding Books (antara lain 65 buku yang dipamerkan). Heidi juga menjelaskan, bagaimana buku untuk anak berkebutuhan khusus dapat membuat anak-anak tersebut mengalami perasaan kesenangan yang sama seperti yang dirasakan oleh anak pada umumnya dalam membaca buku. Jadi, penting untuk memberi “kunci” kepada anak, siapapun, untuk menuju dunia buku yang memikat.

Di akhir paparan, para peserta diberikan kesempatan untuk bertanya dan melihat-lihat koleksi Outstanding Books for Young People with Disabilities. Seperti pada acara diskusi pada hari sebelumnya, para peserta seminar sangat antusias untuk melihat buku-buku tersebut. Pada pukul 16.00 WIB, acara seminar diakhiri dan dilanjutkan keesokan harinya dengan lokakarya pembuatan buku raba.
Lokakarya tanggal 18 Mei diawali dengan introduksi Heidi tentang pembuatan buku raba (tactile book) yang dilanjutkan dengan petunjuk dari Ibu Murti dan Sissel. Setelah itu dilakukan pembuatan buku raba oleh peserta lokakarya dengan bahan-bahan yang sudah disiapkan oleh KPBA. Masing-masing kelompok mendapatkan bahan-bahan dasar berupa kain, biji-bijian, paper clips, benang wol dan sebagainya. Bahan-bahan lainnya yang lebih beragam disediakan di depan ruangan untuk dipergunakan sesuai kebutuhan masing-masing.
Terlihat para peserta sangat antusias dalam membuat buku raba ini, baik bapak-bapak, maupun ibu-iibu gurusama-sama bersemangat mempraktekkan ilmu yang telah mereka dapatkan dalam dua hari terakhir ini. Para peserta bekerja kelompok, setiap sekolah membuat satu buku yang terdiri paling banyak empat halaman. Setiap kelompok mencurahkan kreativitas masing-masing. Pertama-tama mereka membuat dummy, yaitu menuangkan ide di atas kertas terlebih dahulu berupa gambar-gambar dan teks yang kemudian dikonsultasikan pada Ibu Murti dan Sissel. Setelah mendapatkan masukan dari para ahli, mereka mulai menentukan bahan-bahan apa yang mereka butuhkan. Selanjutnya semua peserta kembali ke meja masing-masing untuk membuat hasil karya mereka. Setelah beberapa jam asyik bekerja, mereka bahkan hampir melupakan waktu makan siang.
Setelah istirahat makan siang, guru-guru pun segera melanjutkan pembuatan buku raba masing-masing. Hasil karya yang sedang mereka kerjakan mulai terlihat berwana-warni dengan gambar-gambar yang menarik. Sekitar pukul 14.00 WIB mulai banyak peserta yang sudah menyelesaikan buku raba mereka dan menampilkannya di meja yang sudah disediakan untuk didokumentasikan. Berbagai hasil karya para guru tersebut terlihat sangat bagus dengan kreativitas mereka, ada yang membuat buku raba untuk memperkenalkan jenis-jenis buah, ada yang memperkenalkan jenis olah raga sepak bola, ada yang membuat buku tentang aktivitas sehari-hari, dan sebagainya. Sebanyak hampir 30 buku dapat dipamerkan hari itu juga walaupun masih memerlukan “finishing”.

Setelah semua hasil karya dipamerkan, pukul 15.00 WIB acara seminar dan lokakarya dua hari pun ditutup oleh Ibu Murti. Sebelum berpisah para peserta menyanyi bersama-sama untuk mengekspresikan rasa berterimakasih mereka atas ilmu yang mereka dapatkan selama seminar dan lokakarya. Kesempatan untuk foto bersama tentu saja tidak dilupakan.

Acara Seminar dan Lokakarya Buku untuk Anak Berkebutuhan Khusus kembali menunjukkan dan membuktikan betapa KPBA tidak hanya mementingkan anak umumnya tetapi juga semua anak, siapapun dan bagaimanapun mereka. Semua anak membutuhkan buku yang berkualitas. KPBA sekali lagi menjadi pionir tentang pentingnya ketersediaan buku untuk anak berkebutuhan khusus yang mungkin dianggap oleh sebagian besar masyarakat Indonesia tidak ada gunanya, bahkan mungkin timbul pertanyaan “Apa aanak-anak berkebutuhan khusus mampu menikmati buku?” Sunggih ironis, dan yang bertanya mungkin tidak pernah baca buku.

 

Comments are closed.


×


×